Iklan

Kanal Video

Pemerintah Impor Oksigen, DPR RI: Optimalkan Pabrik Oksigen yang Menganggur

Jumat, 09 Juli 2021



JAKARTA, Progresif.id
- Sebelum memutuskan impor gas oksigen dari luar negeri, untuk memenuhi kebutuhan pasien Covid-19, pemerintah sebaiknya memaksimalkan kapasitas pabrik-pabrik gas oksigen yang menganggur.


Hal itu dikatakan Anggota Komisi VII DPR RI, Mulyanto, Kamis (8/7/2021). Kata politisi Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini, pemerintah jangan ikut panik dengan langsung mengimpor gas oksigen. 


"Upaya ini bisa lebih efektif dan bermanfaat bagi pergerakan ekonomi nasional," ujar Mulyanto.


Kata dia, pemerintah perlu mengurai masalah ini secara seksama, selanjutnya mengambil tindakan dan kebijakan yang tepat. 


Dia menyebutkan, lebih baik pemerintah mengoptimalkan kapasitas pabrik gas oksigen yang selama ini menganggur atau 'idle capacity' menuju 100 persen. 


"Kalkulasinya harus matang, sebab selama ini kinerja perdagangan gas oksigen kita semakin membaik," ucapnya.


Dia menyebutkan, data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukan, impor gas menurun tajam sejak tahun 2017 sampai tahun 2020. Dari impor sebesar 3.9 juta ton di tahun 2017 merosot menjadi hanya sebesar 1.3 juta ton di tahun 2020. 


Produksi gas oksigen dalam negeri yang sebesar 640 juta ton per tahun, impor gas oksigen hanya 0,2 persen.  


Artinya, sebesar 99,8 persen kebutuhan gas oksigen dipenuhi dari pengadaan domestik, ini pun masih dengan kapasitas produksi sebesar 74 persen. 


"Masih ada kapasitas yang menganggur sebesar 26 persen atau sekitar 225 juta ton per tahun," kata Mulyanto.


Menurutnya, impor yang minim ini prestasi yang membanggakan, bahkan beberapa waktu lalu Indonesia berhasil membantu gas oksigen ke Negara India.

 

Dikatakan Mulyanto, Kementerian Kesehatan saat Rapat Kerja di DPR menyebutkan, saat ini alokasi oksigen untuk sektor industri sebesar 70 persen. Sedangkan sektor kesehatan dialokasikan hanya sebesar 30 persen. 


Dengan kata lain, kebutuhan untuk medis sebesar 800 ton per hari atau 292 juta ton per tahun dan diperkirakan akan meningkat menjadi 2.000 ton per hari atau 730 juta ton per tahun.


Jadi, sambungnya, kalau digeser kuota sektor industri ke sektor kesehatan, apalagi kalau kapasitas pabrik oksigen yang menganggur ini dioptimalkan, maka masih ada sisa sebesar 137 juta ton per tahun. 


"Artinya produksi gas oksigen dalam negeri relatif cukup," tegasnya.


Diakuinya, apa yang dilakukan pemerintah untuk menggeser alokasi gas oksigen industri untuk kesehatan sampai 100 persen di masa-masa panik seperti sekarang ini sudah tepat. 


Sehingga, tambah Mulyanto, yang perlu segera dilakukan adalah kebijakan untuk mengoptimalkan kapasitas pabrik gas oksigen yang menganggur menuju 100 persen. 


"Ini hal strategis yang perlu dilakukan, agar negara kita tidak mengandalkan impor lagi," jelasnya.


Selain itu, Mulyanto juga minta pemerintah memperhatikan aspek pengawasan, terutama pada jaringan distribusi, termasuk transportasinya. 


Pemerintah, melalui aparat pengawasannya, perlu memastikan, tidak ada penimbunan tabung gas oksigen yang menyebabkan kelangkaan.


"Atau ada pihak yang mengambil kesempatan dalam kesempitan," ucapnya.


Kata dia, pemerintah perlu mensosialisasikan kondisi yang ada kepada masyarakat, agar tidak terjadi 'panic buying'.


"Jangan sampai masyarakat yang tidak membutuhkan malah banyak menyimpan gas oksigen di rumah," kata Mulyanto. [rls/spn]


foto: net

Kolom netizen >>>

Buka kolom netizen

Lentera Islam


"Jika engkau mengikuti (kemauan) kebanyakan orang (kafir) di bumi ini (dalam urusan agama), niscaya mereka akan menyesatkan dari jalan Allah. Mereka hanya mengikuti persangkaan belaka dan mereka hanyalah kebohongan" (Q.S Al-An'am Ayat 116)

Berita Terbaru

infrastruktur

+