Iklan

Kanal Video

KPU Harus Buka Akses Pengawasan Coklit Data Pemilih

Kamis, 02 Maret 2023


Progresif.id - Komisi Pemilihan Umum (KPU) melontarkan pertanyaan yang kurang bijak, KPU tidak akan membuka data pencocokan dan penelitian (colit) seperti yang diminta oleh Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), dengan alasan adanya zero sharing .


Hal itu dikatakan Deklarator Komunitas Pemilu Bersih, Leli Qomarulaeli, Jum'at (3/3/2023) di Jakarta. Kata dia, data policy seolah dibuat-buat, karena kesepakatan tersebut juga mengikat Bawaslu sebagai lembaga penyelenggara Pemilu yang juga bertanggungjawab atas kerahasiaan dan kemungkinan penyalahgunaan data pemilih dalam proses pemutakhiran data.


 “Coklit itu bagian dari proses atau tahapan pemilu. Proses pengawasan seharusnya dilakukan terhadap semua proses dalam tahapan pemilu” ujar Leli Qomarulaeli.


Lebih jauh, Leli mengatakan, ketertutupan proses ini justru akan membuat publik semakin tidak percaya kepada lembaga penyelenggara pemilu.


“Apalagi sekarang ini, KPU lagi didera efek negatif putusan pengadilan yang menunda pemilu,” tambahnya.


Terhambatnya akses data menyebabkan Bawaslu tidak dapat bekerja maksimal dan tidak dapat memastikan proses pemutakhiran data pemilih telah berjalan tanpa masalah, telah mampu menyortir data pemilih ganda, bermigrasi, pemilih pemula, termasuk pemilih yang belum terdaftar karena berganti domisili.


Pengawasan juga perlu dilakukan terhadap data pemilih hantu atau ghost voters yang selama ini sering menjadi modus pembengkakan suara pemilih. 


Hal lain yang penting adalah pendataan pemilih warga negara yang belum terjangkau adminsitrasi pemerintahan di daerah terpencil dan terisolasi seperti masyarakat adat yang hidup di dalam hutan atau enclave area, pulau-pulau terpencil dan terluar juga warga negara yang bekerja di kawasan-kawasan tertutup seperti indunstri tambang dan kebun.


Pemutakhiran sata pemilih dilakukan untuk mencocokan data pemilih dari beberapa basis data pemilih, yaitu Data Penduduk Potensial Pemilih (DP4-Kemendagri), Data Pemilih Berkelanjutan (KPU) dan daftar pemilih tetap (DPT) Pemilu 2019. 


Hal ini sesuai dengan UU Pemilu No. 7 tahun 2017 Pasal 12 huruf (f) tentang tugas KPU di mana KPU memutakhirkan data pemilih sesuai dengan data Pemilu terakhir dengan memperhatikan data kependudukan yang disiapkan oleh Pemerintah dalam hal ini Kementerian dalam Negeri (Kemendagri).


Di sisi yang lain, Bawaslu berwenang melakukan pengawasan setiap tahapan pemilu sesuai dengan mandate Undang-undang yang sama, yaitu Pasal 93 huruf d angka 1, salah satu tugas Bawaslu adalah melaksanakan pelaksanaan tahapan pemutakhiran data pemilih, penentuan daftar pemilih sementara (DPS) dan daftar pemilih tetap (DPT). 


Hal ini diperkuat dengan kewenangan Bawaslu yang diatur di dalam Pasal 95 huruf g di mana Bawaslu berwenang untuk meminta bahan keterangan kepada pihak terkait dalam rangka pencegahan dan penindakan pelanggaran Pemilu.


Berdasarkan ketentuan di atas, berdasarkan Undang-undang Bawaslu berwenang untuk masuk dan mengawasi proses pemutakhiran data dalam artian untuk mengetahui proses coklit yang sedang dilakukan KPU. 


Pernyataan Komisioner KPU soal Bawaslu hanya akan diberikan akses untuk melihat hasil dari proses coklit yaitu DPS dan DPT tidak tepat dan terkesan menutup-nutupi proses tersebut agar tidak terendus pengawasan dan tidak diketahui publik.


Di sisi yang lain, berdasarkan data dan keterangan yang dihimpun oleh relawan Komunitas Pemilu Bersih (KoPi Bersih), banyak kendala dan tantangan yang muncul di daerah terkait proses pemutakhiran data pemilih, terutama proses coklit yang dilakukan oleh petugas KPU di beberapa daerah maupun di luar negeri. 


Dari informasi proses di beberapa PPLN misalkan terdapat kegamangan terkait bagaimana proses coklit akan dilakukan. Selain karena dana dari KPU di Indonesia belum turun, para petugas seolah tidak memiliki panduan untuk melakukan coklit dengan kondisi tidak ada dukungan pendanaan.


Sehingga, hanya bisa mengandalkan proses coklit secara online dengan mempergunakan sarana pendaftaran yang justru tidak aman yaitu form online dari platform yang terbuka seperti google form yang sangat rentan dan mengancam kerahasiaan data pemilih.


"Terkait buruknya pelaksanaan Pemutakhiran Data Pemilih ini juga Komunitas Pemilu Bersih mempertanyakan anggaran untuk Pemutakhiran Data Pemilih TA. 2023 yaitu sebesar Rp22.477.209.000 digunakan?" kata Leli.


Sementara, di daerah dan PPLN luar negeri terus menjerit tidak memiliki dana untuk melakukan pemutakhiran data pemilih. Sementara di sisi yang lain kabar yang beredar justru ramainya kunjungan perjalanan dinas ke luar negeri dari KPU Pusat.


Selain itu Komunitas Pemilu Bersih juga mendesak KPU untuk membuka proses dan data terkait pemutakhiran data pemilih agar dapat diawasi prosesnya oleh Bawaslu dan dapat meminimalisir kemungkinan potensi kecurangan. 


KPU harus menjelaskan penggunaan anggaran untuk pemutakhiran pemilih yang cukup besar digunakan untuk keperluan saja dan telah dibelanjakan secara efisien, efektif dan bertanggung jawab dalam mendukung proses tahapan pemilu. 


Juga, KPU untuk segera membuat desk pelaporan bagi pemilih yang merasa belum tersentuh oleh proses pemutakhiran data yang sedang berjalan.


Sementara untuk Bawaslu, Komunitas Pemilu Bersih mendorong agar lembaga ini menggugat transparansi atas data pemutakhiran pemilih sesuai dengan UU. 


Selain itu, lembaga ini juga harus mengembangkan model pengawasan terintegrasi secara offline dan online dalam bentuk pengawasan partisipatif. (*)

Kolom netizen >>>

Buka kolom netizen

Lentera Islam


"Jika engkau mengikuti (kemauan) kebanyakan orang (kafir) di bumi ini (dalam urusan agama), niscaya mereka akan menyesatkan dari jalan Allah. Mereka hanya mengikuti persangkaan belaka dan mereka hanyalah kebohongan" (Q.S Al-An'am Ayat 116)

Berita Terbaru

infrastruktur

+